PERATURAN DAERAH PROVINSI
BALI
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
GUBERNUR
BALI,
Menimbang
|
:
|
a.
bahwa kebudayaan Bali sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia adalah landasan
utama pembangunan kepariwisataan Bali, yang mampu menggerakkan potensi kepariwisataan dalam dinamika kehidupan lokal, nasional, dan global;
b. bahwa
pembangunan kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong pemerataan
kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud cita-cita kepariwisataan untuk
Bali dan bukan Bali untuk kepariwisataan;
c.
bahwa
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata
Budaya sudah tidak sesuai lagi dengan kebijakan kepariwisataan nasional
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Kepariwisataan Budaya Bali;
|
Mengingat
|
:
|
1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang pembentukan
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1649);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
4. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
6. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun
2001 tentang Desa Pakraman (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2001 Nomor 29
Seri D Nomor 29) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3
Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman (Lembaran
Daerah Provinsi Bali Tahun 2003 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Bali Nomor 3);
7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi
Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Bali Nomor 15);
|
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI
dan
GUBERNUR
BALI
|
||
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN DAERAH TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI.
|
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Provinsi Bali.
2.
Pemerintah Provinsi adalah
Pemerintah Provinsi Bali.
3.
Pemerintah Daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4.
Gubernur adalah Gubernur Bali.
5.
Desa Pakraman sebagai Desa Dresta adalah kesatuan Masyarakat Hukum Adat di
Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan
hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga
(Kahyangan Desa) yang mempunyai daerah
tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya
sendiri.
6.
Kelembagaan Kepariwisataan
adalah kelembagaan yang pembentukannya difasilitasi oleh pemerintah yang
anggotanya terdiri dari pihak swasta termasuk pembiayaannya, untuk membantu
pengembangan Kepariwisataan Budaya Bali.
7.
Majelis
Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan yang selanjutnya disebut Listibya
adalah Lembaga yang bertugas memberikan pertimbangan dan Pembinaan
terhadap pengembangan Kebudayaan Bali.
8.
Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
9.
Wisatawan adalah orang yang melakukan
wisata.
10.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
11.
Kepariwisataan adalah keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
12.
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, perilaku dan hasil karya manusia dan/atau kelompok
manusia baik bersifat fisik maupun non fisik yang diperoleh melalui proses
belajar dan adaptasi terhadap lingkungannya.
13.
Budaya Bali adalah kebudayaan
masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu.
14.
Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan
Bali yang berlandaskan kepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai
potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya,
sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan
kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis dan
berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,
kelestarian budaya dan lingkungan.
15.
Tri Hita Karana
adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun
keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber
kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
16.
Destinasi Pariwisata Bali merupakan satu kesatuan destinasi pariwisata yang
terdiri atas sejumlah kawasan pariwisata, kawasan daya tarik wisata khusus dan kawasan lainnya yang mempunyai daya
tarik wisata sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali.
17.
Kawasan Strategis Pariwisata
adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi
untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau
lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan
sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan.
18.
Kawasan Pariwisata adalah
kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih
wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya
tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan
fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling
mendukung dalam perwujudan kepariwisataan.
19.
Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus yang selanjutnya
disebut KDTWK, adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis
satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang didalamnya terdapat
potensi daya tarik wisata, aksebilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum
dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktifitas social budaya
masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun
pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelesatrian
budaya dan lingkungan hidup.
20.
Daya Tarik
Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
21.
Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
22.
Industri
Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang
saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
23.
Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok
orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
24.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung mutu produk pariwisata,
pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan
berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan,
adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan
kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.
Pasal 3
Kepariwisataan budaya Bali bertujuan untuk:
a. melestarikan kebudayaan Bali yang
dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu;
b. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
d. menciptakan kesempatan berusaha;
e. menciptakan lapangan kerja;
f.
melestarikan alam,
lingkungan, dan sumber daya;
g. mengangkat citra bangsa;
h. memperkukuh rasa cinta tanah air dan kesatuan
bangsa; dan
i.
mempererat persahabatan
antarbangsa.
BAB III
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
BUDAYA BALI
Pasal 4
Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali
diarahkan untuk:
a. meningkatkan harkat dan
martabat, serta memperkukuh jati diri masyarakat Bali;
b. meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Bali secara merata dan berkelanjutan; dan
c. melestarikan lingkungan
alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat dan kebudayaan Bali
secara berkelanjutan.
Pasal
5
(1)
Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali dilakukan berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.
(2)
Pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan di luar kawasan pariwisata yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Bali diperuntukkan bagi desa pakraman dan lembaga tradisional.
(3)
Pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan dengan menggunakan fasilitas modal asing hanya dapat dilakukan di kawasan pariwisata
yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Bali.
(4)
Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan dengan
memperhatikan keanekaragaman, keunikan kebudayaan dan alam Bali serta kebutuhan
untuk berwisata.
Pasal 6
Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali
meliputi:
a. usaha pariwisata;
b. destinasi pariwisata;
c. pemasaran; dan
d. kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 7
Pemerintah Provinsi bersama lembaga yang terkait dengan pembangunan kepariwisataan
menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung
kepariwisataan Bali.
BAB IV
USAHA PARIWISATA
Pasal 8
(1)
Usaha pariwisata, antara lain:
a. daya tarik
wisata;
b. kawasan
pariwisata;
c. jasa
transportasi wisata;
d. jasa
perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman (kuliner);
f. jasa akomodasi;
g. jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. jasa penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi
pariwisata;
j. jasa konsultan
pariwisata;
k. jasa
pramuwisata;
l. wisata tirta;
m. wisata spiritual; dan
n. spa.
(2) Usaha pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus:
a.
bercirikan budaya Bali;
b.
memiliki visi pemeliharaan budaya Bali; dan
c.
berpartisipasi dalam pengembangan budaya Bali.
Pasal 9
(1) Untuk dapat
menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pengusaha
pariwisata wajib mendaftarkan usahanya.
(2) Usaha
pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf m diatur dengan
Peraturan Gubernur.
BAB V
PEMBANGUNAN
DESTINASI PARIWISATA
Pasal 10
(1) Pemerintah Provinsi mengembangkan destinasi
pariwisata.
(2) Pengembangan destinasi pariwisata sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), mencakup :
a. studi kelayakan;
b. perencanaan; dan
c. jaringan infrastruktur.
(3) Dalam mengembangkan destinasi pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Provinsi dapat bekerja sama dengan
Kabupaten/Kota.
Pasal 11
Pembangunan destinasi
pariwisata harus dilakukan
dengan memperhatikan:
a.
kearifan lokal seperti
keyakinan masyarakat Bali yang didasarkan pada Tri Hita Karana dan dijiwai oleh
Agama Hindu;
b.
kelestarian budaya dan lingkungan hidup, seperti tradisi-tradisi, Adat istiadat Bali, dan aturan-aturan
tentang lingkungan hidup;
c.
potensi ekonomi masyarakat seperti memberikan
kesempatan pada usaha-usaha lokal baik di bidang kerajinan maupun produk-produk
pertanian untuk memamerkan karya-karyanya pada hotel-hotel, restaurant maupun
tempat wisata lainnya; dan
d.
keberlanjutan usaha pariwisata.
BAB VI
PEMBANGUNAN DAYA TARIK WISATA
Pasal 12
Komponen
Budaya Bali yang menjadi potensi daya tarik wisata, meliputi:
a. kesenian;
b.
kepurbakalaan;
c.
kesejarahan;
d.
permuseuman;
e.
kesusastraan;
f. tradisi; dan
g. saujana.
Pasal 13
(1) Kesenian
sebagai salah satu daya tarik wisata dapat dipentaskan untuk kepentingan
kepariwisataan.
(2) Jenis,
mutu, dan tempat pertunjukan kesenian daerah untuk wisatawan diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Pasal 14
(1) Pementasan kesenian untuk keperluan
pariwisata harus mendapatkan sertifikat
kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Listibiya.
Pasal 15
Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan instansi
terkait dalam pengembangan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, dan huruf g.
Pasal 16
Pengelolaan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi,
desa pakraman, lembaga tradisional, perorangan dan badan usaha.
Pasal 17
(1)
Untuk peningkatan mutu, pengelolaan, dan pelayanan
daya tarik wisata dilaksanakan penilaian secara
berkala.
(2)
Untuk dapat terlaksananya proses penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu
ditetapkan standar mutu sarana, prasarana, dan pelayanan daya tarik wisata.
(3) Standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
BAB VII
PEMASARAN PARIWISATA
Pasal 18
Pemerintah Provinsi melakukan pemasaran (promosi) kepariwisataan Bali
bekerjasama dengan Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali dan Lembaga/instansi
lainnya.
Pasal
19
(1) Disamping bekerjasama dengan Badan Promosi Pariwisata
Daerah Bali dan Lembaga/Instansi lain, Pemerintah Provinsi juga melakukan Pemasaran Kepariwisataan Bali dengan cara langsung dan tidak langsung.
(2) Pemasaran
langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: mengikuti event-event di dalam dan luar
negeri, Road show, sales mission.
(3) Pemasaran
tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: melalui media cetak, elektronik, dan penyebaran
brosur.
Pasal 20
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat bekerjasama
untuk melakukan promosi kepariwisataan Bali.
BAB VIII
KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
Pasal 21
(1) Untuk
mendukung pengembangan usaha pariwisata yang kompetitif, dibentuk Gabungan
Industri Pariwisata Indonesia Bali.
(2)
Pembentukan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali dilakukan secara independen.
(3) Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia
Bali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari :
a. pengusaha pariwisata;
b. asosiasi usaha pariwisata;
c. asosiasi profesi; dan
d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan
pariwisata.
Pasal 22
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali
berfungsi sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah serta wadah komunikasi
dan konsultasi para anggotanya dalam penyelenggaraan dan pembangunan
kepariwisataan.
Pasal 23
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali
melakukan kegiatan antara lain:
a. menetapkan dan menegakkan Kode Etik Gabungan Industri Pariwisata Bali;
b. menyalurkan aspirasi serta memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalam
rangka keikutsertaannya dalam pembangunan kepariwisataan Bali;
c. meningkatkan hubungan dan kerjasama antara pengusaha pariwisata Bali dengan
pengusaha pariwisata Indonesia dan luar negeri untuk kepentingan kepariwisataan
Bali;
d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat dibidang pariwisata; dan
e. menyelenggarakan standar pelayanan prima dan sistem pengendalian mutu pelayanan
industri pariwisata Bali.
BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 24
(1)
Masyarakat berhak memperoleh
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan-serta dalam penyelenggaraan
kepariwisataan.
(2)
Hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup:
a. sebagai pekerja
pada usaha pariwisata;
b. sebagai
pengelola Daya Tarik Wisata;
c. melaksanakan
promosi; dan
d. duduk dalam
kelembagaan pariwisata.
Pasal 25
Desa Pakraman
dan/atau lembaga tradisional lainya, dapat bekerja sama dengan pemerintah
daerah melakukan usaha-usaha untuk mencegah aktivitas kepariwisataan yang tidak
sesuai dengan kepariwisataan budaya Bali.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN, KEHARUSAN,
DAN LARANGAN
Pasal 26
(1) Setiap orang berhak:
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b. melakukan usaha pariwisata;
c. menjadi pekerja pariwisata; dan
d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
(2) Desa pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak
untuk mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan potensi
setempat.
(3)
Pengelola daya tarik wisata berhak menyediakan pramuwisata khusus.
(4) Setiap wisatawan berhak memperoleh:
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik
wisata;
b. fasilitas umum dan pelayanan kepariwisataan sesuai
dengan standar;
c. perlindungan keamanan dan kenyamanan, termasuk menyediakan
fasilitas bagi wisatawan usia lanjut dan penyandang cacat;
d. pelayanan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K); dan
e. jaminan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko
tinggi.
(5) Setiap pengusaha pariwisata berhak:
a. mendapatkan
kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
c. mendapatkan perlindungan hukum
dalam berusaha; dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27
(1) Setiap orang harus:
a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih,
berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi
pariwisata.
(2) Setiap wisatawan harus:
a. menghormati norma agama, adat istiadat, budaya,
dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memelihara dan melestarikan lingkungan;
c. turut serta menjaga
ketertiban dan keamanan lingkungan; dan
d. tidak melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan.
(3) Setiap pengusaha pariwisata wajib:
a. melestarikan kebudayaan Bali, menjaga dan menghormati norma agama, adat
istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. membangun sarana
kepariwisataan dengan langgam arsitektur Bali atau sekurang-kurangnya
diperindah dengan menonjolkan ciri-ciri seni budaya daerah Bali, tata ruang dan
komponen-komponennya;
c. memberikan informasi yang akurat
dan bertanggung jawab;
d. memberikan pelayanan yang tidak
diskriminatif;
e. memberikan kenyamanan, keramahan,
perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan;
f. memberikan jaminan asuransi kepada wisatawan dan tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan wisata beresiko tinggi;
g. mengembangkan kemitraan dengan
usaha mikro, kecil dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat,
dan menguntungkan;
h. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, terutama hasil komoditas pertanian dan produk dalam negeri;
i. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan, pendidikan dan sertifikasi;
j. berperan aktif dalam program pemberdayaan masyarakat;
k. mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan
kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
l. memelihara lingkungan yang sehat, asri dan bersih;
m. memelihara kelestarian
lingkungan alam dan budaya;
n. menjaga citra daerah dan
masyarakat melalui kegiatan usaha pariwisata yang bertanggung jawab; dan
o. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengelola daya tarik wisata wajib:
a. memelihara, mengembangkan dan
mempromosikan produk dan daya tarik wisata berdasarkan falsafah Tri Hita Karana;
b. mencegah terjadinya gangguan,
pencemaran, dan perusakan daya tarik wisata;dan
c. menjamin dan mengutamakan kenyamanan
wisatawan.
Pasal 28
(1)
Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik dan non-fisik daya tarik
wisata.
(2)
Setiap orang dilarang memanfaatkan upacara keagamaan, menggunakan simbol-simbol keagamaan,
benda-benda yang disakralkan, dengan tujuan semata-mata
sebagai daya tarik wisata.
(3)
Setiap orang dilarang mendirikan bangunan atau
benda lainnya yang dapat menghalangi atau mengganggu pandangan ke arah lanskap
atau saujana yang menjadi daya tarik wisata.
BAB XI
PENGHARGAAN
Pasal 29
(1) Gubernur memberikan penghargaan kepada perseorangan, organisasi pariwisata,
serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam
meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang Kepariwisataan Budaya Bali.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan
Gubernur.
BAB XII
ANGGARAN
Pasal 30
Pendanaan
pembangunan Kepariwisataan
Budaya Bali menjadi tanggung jawab bersama
Pemerintah Provinsi, pengusaha dan masyarakat.
Pasal 31
Pemerintah
Provinsi dapat memberikan bantuan pendanaan bagi pengembangan
kepariwisataan yang dikelola desa pakraman atau lembaga tradisional.
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan
kegiatan Kepariwisataan Budaya Bali.
(2) Pembinaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup:
a. pengelolaan dan tenaga
kerja usaha pariwisata;
b. lingkungan destinasi pariwisata;
c. mekanisme pemasaran pariwisata; dan
d. penguatan kelembagaan kepariwisataan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mencakup:
a. hukum dan administrasi;
b. pengetahuan tehnis; dan
c. prilaku.
(4) Tata cara pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 33
(1)
Setiap pengusaha pariwisata yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) dikenakan sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa:
a.
teguran
tertulis;
b.
pembatasan kegiatan usaha; dan
c.
pembekuan sementara kegiatan usaha.
(3)
Tata cara pemberian sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Gubernur.
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 34
(1)
Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi berwenang untuk melakukan
penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.
(2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a.
menerima laporan pemeriksaan
atau pengaduan berkenaan tindak pidana dibidang Kepariwisataan Budaya Bali;
b.
melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau pengaduan berkenaan tindak pidana dibidang keparwisataan
budaya Bali;
c.
melakukan pemanggilan
terhadap perseorangan atau badan usaha untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana dibidang kepariwisataan budaya
Bali;
d.
melakukan pemeriksaan
terhadap perseorangan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang Keperiwisataan Budaya Bali;
e.
meminta keterangan atau barang bukti
dari perseorangan atau badan usaha sehubungan dengan tindak pidana dibidang Kepariwisataan Budaya Bali;
f.
meminta bantuan tenaga ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
g.
membuat dan menandatangai
berita acara; dan
h.
menghentikan penyidikan
apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana dibidang Kepariwisataan Budaya Bali.
(3)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Kepolisian
Republik Indonesia.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
(1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2)
Tindak pidana sebagai yang
dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3)
Selain ancaman dengan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga dipidana dengan pidana sesuai
peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Pasal 37
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali.
Ditetapkan di Denpasar
pada tanggal 15 Maret 2012
|
GUBERNUR
BALI,
MADE MANGKU PASTIKA
Diundangkan di Denpasar
pada tanggal 15 Maret 2012
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI
I MADE JENDRA
|
LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 NOMOR 2
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI
I.
UMUM
Pulau Bali adalah pulau yang terbatas akan sumber
daya alam, namun kaya akan sumber daya budaya. Kebudayaan Bali sebagai bagian
dari Kebudayaan Nasional yang merupakan perwujudan cipta, rasa dan karsa bangsa
Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia untuk mengembangkan
harkat dan martabat sebagai manusia diarahkan untuk memberi wawasan dan makna
pada pembangunan nasional dalam segenanp kehidupan bangsa.
Kebudayaan Daerah Bali yang dijiwai oleh Agama
Hindu dalam eksistensinya menunjukkan ciri yang unik, kaya akan variasi serta
memiliki akar dan perjalanan sejarah yang amat panjang pada hakekatnya amat
potensial bagi peningkatan kepariwisataan di Daerah Bali. Kebudayaan dimaksud
mencakup satu lingkup yang luas meliputi tiga wujud (ideal, perilaku dan
material) serta tujuh unsur pokok (sistem peralatan dan teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan
sistem religi).
Dalam pada itu perkembangan dunia kepariwisataan
di Daerah Bali sampai saat ini telah mencapai suatu titik yang penting,
terutama bagi perkembangannya dimasa mendatang. Hal ini ditandai oleh
peningkatan jumlah wisatawan yang cukup tajam pada beberapa tahun terakhir,
yang diakui sebagai akibat adanya deregulasi dan debirokratisasi khususnya di
sub sektor pariwisata. Kecenderungan demikian ini diharapkan akan tetap berlaku
dimasa-masa mendatang baik akibat faktor internal maupun eksternal yang
positif. Disamping itu untuk Daerah Bali ada beberapa hal yang penting
menyebabkan perlunya pemikiran cara pengaturan yang lebih hati-hati dan
berwawasan jangka panjang terhadap perkembangan pariwisata tersebut. Hal-hal
dimaksud ialah:
1)
Undang-undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 11; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966; dan
2)
Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Tingkat I Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali Tahun 2009-2029. (Lembaran
Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Bali Nomor 15).
Berdasarkan sumber dan potensi dasar serta kondisi
obyektif Daerah Bali, maka kepariwisataan yang dikembangkan di Daerah Bali
adalah Pariwisata Budaya. Tujuan pembangunan pariwisata tersebut sesuai dengan
tujuan pembangunan pariwisata nasional adalah untuk memupuk rasa cinta tanah
air, meningkatkan persahabatan antar bangsa, memperluas kesempatan berusaha dan
lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, serta meningkatkan pendapatan
daerah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Pariwisata Budaya ini adalah salah satu jenis
kepariwisataan yang dalam perkembangann dan pengembangannya menggunakan
kebudayaan Daerah Bali yang merupakan bagian dari Kebudayaan Nasional sebagai
potensi dasar yang paling dominan, yang didalamnya tersirat satu cita-cita akan
adanya hubungan timbal balik antara pariwisata dengan kebudayaan, sehingga
keduanya meningkat secara serasi, selaras dan seimbang.
Untuk menumbuhkembangkan Pariwisata Budaya tersebut
diperlukan langkah-langkah pengaturan yang makin mampu mewujudkan keterpaduan
demi untuk berdaya guna dan berhasil guna serta mencegah dampak negative
terhadap berbagai aspek kehidupan, sehingga benar-benar dapat diwujudkan
cita-cita pariwisata untuk Bali dan bukan Bali untuk pariwisata. Untuk itulah
diperlukan pemantapan ketentuan mengenai Pariwisata Budaya dalam suatu
Peraturan Daerah. Berkenaan dengan hal-hal tersebut maka Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan.
sehubungan dengan hal tersebut di atas dipandang perlu:
a.
menetapkan Peraturan Daerah
Provinsi Bali tentang Kepariwisataan
Budaya Bali yang didasarkan pada kebijakan Kepariwisataan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); dan
b.
mencabut Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan meningkatkan
harkat dan martabat, serta memperkokoh jati diri masyarakat Bali adalah
meningkatkan derajat kemuliaan serta memperkokoh identitas masyarakat Bali
dalam pergaulan masyarakat baik pada tataran lokal, nasional, maupun global.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat 1
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
huruf l
Cukup jelas.
huruf m
Wisata spriritual adalah wisata yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran jiwa melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan
ajaran Agama Hindu, sehingga tercapai keseimbangan hidup secara lahir dan
batin.
huruf n
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Saujana adalah perpaduan antara daya tarik wisata
buatan (man made) dan bentang alam
dalam satu kesatuan yang utuh.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Langgam arsitektur Bali adalah bangunan yang
bentuk dan komponen perwujudannya menunjukkan ciri-ciri identitas arsitektur
Bali, namun tidak dibenarkan bentuk bangunan yang menyerupai tempat suci umat Hindu seperti pura atau
palinggih yang tidak difungsikan sebagai tempat suci.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
huruf l
Cukup jelas.
huruf m
Cukup jelas.
huruf n
Cukup jelas.
huruf o
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat 1
Merusak fisik daya tarik wisata adalah melakukan
perbuatan, mengubah warna, bentuk, menghilangkan species tertentu, mencemarkan
limgkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan atau memusnahkan sehingga berkurang atau hilangnya keunikan,
keindahan dan nilai autentik suatu daya tarik wisata.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2