Selasa, 04 Juni 2013

PERDA PEMPROV BALI




 PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI

NOMOR  2  TAHUN 2012

TENTANG

KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI,

Menimbang
:
a.        bahwa kebudayaan Bali sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia adalah landasan utama pembangunan kepariwisataan Bali, yang mampu menggerakkan potensi kepariwisataan dalam  dinamika kehidupan lokal, nasional, dan global;

b.       bahwa pembangunan kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud cita-cita kepariwisataan untuk Bali dan bukan Bali untuk kepariwisataan;

c.        bahwa  Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali  Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya sudah tidak sesuai lagi dengan kebijakan kepariwisataan nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;

d.       bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kepariwisataan Budaya Bali;


Mengingat
:
1.     Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia   Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia  Nomor 1649);






2.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia    Nomor 4844);

3.     Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

4.     Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia  Nomor 5234);

5.     Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia  Nomor 4737);

6.     Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2001 Nomor 29 Seri D Nomor 29) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3       Tahun 2001 tentang Desa Pakraman (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2003 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3);

7.     Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi  Bali  Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15);











Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI

dan

GUBERNUR BALI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.     Daerah adalah Provinsi  Bali.
2.     Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
3.     Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.     Gubernur adalah Gubernur Bali.
5.     Desa Pakraman sebagai Desa Dresta adalah kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan  Desa) yang mempunyai daerah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
6.     Kelembagaan Kepariwisataan adalah kelembagaan yang pembentukannya difasilitasi oleh pemerintah yang anggotanya terdiri dari pihak swasta termasuk pembiayaannya, untuk membantu pengembangan Kepariwisataan Budaya Bali.
7.     Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan yang selanjutnya disebut Listibya adalah Lembaga yang bertugas memberikan pertimbangan dan Pembinaan terhadap pengembangan Kebudayaan Bali.
8.     Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
9.     Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
10. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
11. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.


12. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, perilaku dan hasil karya  manusia dan/atau kelompok manusia baik bersifat fisik maupun non fisik yang diperoleh melalui proses belajar dan adaptasi terhadap lingkungannya.
13. Budaya Bali adalah kebudayaan masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu.
14. Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan kepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan.
15. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
16. Destinasi Pariwisata Bali merupakan satu kesatuan destinasi pariwisata yang terdiri atas sejumlah kawasan pariwisata, kawasan daya tarik wisata khusus dan kawasan lainnya yang mempunyai daya tarik wisata sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.
17. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan.
18. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan.
19. Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus yang selanjutnya disebut KDTWK, adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang didalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksebilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktifitas social budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelesatrian budaya dan lingkungan hidup.
20. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
21. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.


22. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
23. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
24. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai  Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana.

Pasal 3

Kepariwisataan budaya Bali bertujuan untuk:
a.  melestarikan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu;
b.  meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
c.  meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
d.  menciptakan kesempatan berusaha;
e.  menciptakan lapangan kerja;
f.   melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
g.  mengangkat citra bangsa;
h. memperkukuh rasa cinta tanah air dan kesatuan bangsa; dan
i.   mempererat persahabatan antarbangsa.

BAB III

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

Pasal 4

Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali diarahkan untuk:
a.     meningkatkan harkat dan martabat, serta memperkukuh jati diri masyarakat Bali;
b.     meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara merata dan berkelanjutan; dan
c.   melestarikan lingkungan alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat dan kebudayaan Bali secara berkelanjutan.

Pasal 5

(1)  Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.


(2)  Pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan di luar kawasan pariwisata yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali diperuntukkan bagi desa pakraman dan lembaga tradisional.

(3)  Pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan dengan menggunakan fasilitas modal asing hanya dapat dilakukan di kawasan pariwisata yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.

(4)  Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan kebudayaan dan alam Bali serta kebutuhan untuk berwisata.

Pasal 6

Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali meliputi:
a.   usaha pariwisata;
b.   destinasi pariwisata;
c.   pemasaran; dan
d.   kelembagaan kepariwisataan.


Pasal 7

Pemerintah Provinsi bersama lembaga yang terkait dengan pembangunan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung kepariwisataan Bali.

BAB IV

USAHA PARIWISATA

Pasal 8

          (1) Usaha pariwisata, antara lain:
a.  daya tarik wisata;
b.  kawasan pariwisata;
c.   jasa transportasi wisata;
d.  jasa perjalanan wisata;
e.  jasa makanan dan minuman (kuliner);
f.    jasa akomodasi;
g.  jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h.  jasa penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
i.    jasa informasi pariwisata;
j.    jasa konsultan pariwisata;
k.   jasa pramuwisata;
l.    wisata tirta;
m. wisata spiritual; dan
n.  spa.




(2) Usaha pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a. bercirikan budaya Bali;
b. memiliki visi pemeliharaan budaya Bali; dan
c. berpartisipasi dalam pengembangan budaya Bali.

Pasal 9

(1)   Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya.

(2)   Usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf m diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB V

PEMBANGUNAN  DESTINASI PARIWISATA

Pasal 10

(1)   Pemerintah Provinsi mengembangkan destinasi pariwisata.

(2)   Pengembangan destinasi pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup :
a.  studi kelayakan;
b.  perencanaan; dan
c.   jaringan infrastruktur.

(3)   Dalam mengembangkan destinasi pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Provinsi dapat bekerja sama dengan Kabupaten/Kota.

Pasal 11

Pembangunan destinasi pariwisata harus dilakukan dengan memperhatikan:
a.     kearifan lokal seperti keyakinan masyarakat Bali yang didasarkan pada Tri Hita Karana dan dijiwai oleh Agama Hindu;
b.     kelestarian budaya dan lingkungan hidup, seperti tradisi-tradisi, Adat istiadat Bali, dan aturan-aturan tentang lingkungan hidup;
c.      potensi ekonomi masyarakat seperti memberikan kesempatan pada usaha-usaha lokal baik di bidang kerajinan maupun produk-produk pertanian untuk memamerkan karya-karyanya pada hotel-hotel, restaurant maupun tempat wisata lainnya; dan
d.     keberlanjutan usaha pariwisata.

BAB VI

PEMBANGUNAN DAYA TARIK WISATA

Pasal 12

Komponen Budaya Bali yang menjadi potensi daya tarik wisata, meliputi:
a. kesenian;
b. kepurbakalaan;
c. kesejarahan;
d. permuseuman;
e. kesusastraan;
f.  tradisi; dan
g. saujana.
             
Pasal 13

(1)   Kesenian sebagai salah satu daya tarik wisata dapat dipentaskan untuk kepentingan kepariwisataan.

(2)   Jenis, mutu, dan tempat pertunjukan kesenian daerah untuk wisatawan diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 14

(1)   Pementasan kesenian untuk keperluan pariwisata harus mendapatkan sertifikat  kompetensi.

(2)   Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Listibiya.

Pasal 15

Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan instansi terkait dalam pengembangan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12  huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.

Pasal 16

Pengelolaan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, desa pakraman, lembaga tradisional, perorangan dan badan usaha.

Pasal 17

(1)   Untuk peningkatan mutu, pengelolaan, dan pelayanan daya tarik wisata dilaksanakan penilaian secara berkala.

(2)   Untuk dapat terlaksananya proses penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu ditetapkan standar mutu sarana, prasarana, dan pelayanan daya tarik wisata.

(3)   Standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

BAB VII

PEMASARAN PARIWISATA

Pasal 18

Pemerintah Provinsi melakukan pemasaran (promosi) kepariwisataan Bali bekerjasama dengan Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali dan Lembaga/instansi lainnya.
                                                       
Pasal 19

(1)   Disamping  bekerjasama dengan Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali dan Lembaga/Instansi lain, Pemerintah Provinsi juga melakukan  Pemasaran Kepariwisataan Bali  dengan cara langsung dan tidak langsung.

(2)   Pemasaran langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: mengikuti event-event di dalam dan luar negeri,  Road show, sales mission.

(3)   Pemasaran tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara   lain: melalui media cetak, elektronik, dan penyebaran brosur.
                                                 
Pasal 20

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat bekerjasama untuk melakukan promosi kepariwisataan Bali.


BAB VIII

KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN

Pasal 21

(1)   Untuk mendukung pengembangan usaha pariwisata yang kompetitif, dibentuk Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali.

(2)   Pembentukan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali dilakukan secara independen.

(3)  Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari :
a.   pengusaha pariwisata;
b.   asosiasi usaha pariwisata;
c.   asosiasi profesi; dan
d.   asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
                                                   
Pasal 22

         Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali  berfungsi sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah serta wadah komunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
                                              
Pasal 23

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali melakukan kegiatan antara lain:
a.    menetapkan dan menegakkan Kode Etik Gabungan Industri Pariwisata Bali;
b.   menyalurkan aspirasi serta memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan kepariwisataan Bali;
c.    meningkatkan hubungan dan kerjasama antara pengusaha pariwisata Bali dengan pengusaha pariwisata Indonesia dan luar negeri untuk kepentingan kepariwisataan Bali;
d.   mencegah persaingan usaha yang tidak sehat dibidang pariwisata; dan
e.    menyelenggarakan standar pelayanan prima dan sistem pengendalian mutu pelayanan industri pariwisata Bali.

BAB IX

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 24

(1)  Masyarakat berhak memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan-serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

(2)  Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
     a. sebagai pekerja pada usaha pariwisata;
     b. sebagai pengelola Daya Tarik Wisata;
     c. melaksanakan promosi; dan
     d. duduk dalam kelembagaan pariwisata.

Pasal 25

Desa Pakraman dan/atau lembaga tradisional lainya, dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan usaha-usaha untuk mencegah aktivitas kepariwisataan yang tidak sesuai dengan kepariwisataan budaya Bali.

BAB X

HAK, KEWAJIBAN, KEHARUSAN, DAN LARANGAN

Pasal 26

(1) Setiap orang berhak:
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b. melakukan usaha pariwisata;
c. menjadi pekerja pariwisata; dan
d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.

(2) Desa pakraman dan lembaga tradisional mempunyai hak untuk mengembangkan wisata pedesaan sesuai dengan potensi setempat.

(3)  Pengelola daya tarik wisata berhak menyediakan pramuwisata khusus.

(4) Setiap wisatawan berhak memperoleh:
a.  informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
b.  fasilitas umum dan pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
c.  perlindungan keamanan dan kenyamanan, termasuk menyediakan fasilitas bagi wisatawan usia lanjut dan penyandang cacat;

d.  pelayanan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K); dan
e. jaminan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi.

(5) Setiap pengusaha pariwisata berhak:
a.  mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan
d.  mendapatkan fasilitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

(1) Setiap orang harus:
a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.

(2) Setiap wisatawan harus:
a.   menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b.  memelihara dan melestarikan lingkungan;
c.  turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan; dan
d.   tidak melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan.

(3) Setiap pengusaha pariwisata wajib:
a. melestarikan kebudayaan Bali, menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b.  membangun sarana kepariwisataan dengan langgam arsitektur Bali atau sekurang-kurangnya diperindah dengan menonjolkan ciri-ciri seni budaya daerah Bali, tata ruang dan komponen-komponennya;
c. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
d. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
e. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan;  
f.   memberikan jaminan asuransi kepada wisatawan dan  tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan wisata beresiko tinggi;
g. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;
h. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, terutama hasil komoditas pertanian dan produk dalam negeri;
i.   meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan, pendidikan dan sertifikasi;
j.   berperan aktif dalam program pemberdayaan masyarakat;
k. mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
l.   memelihara lingkungan yang sehat, asri dan bersih;
m. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;


n. menjaga citra daerah dan masyarakat melalui kegiatan usaha pariwisata yang bertanggung jawab; dan
o. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)  Pengelola daya tarik wisata wajib:
a.     memelihara, mengembangkan dan mempromosikan produk dan daya tarik wisata berdasarkan falsafah Tri Hita Karana;
b.     mencegah terjadinya gangguan, pencemaran, dan perusakan daya tarik wisata;dan
c.      menjamin dan mengutamakan kenyamanan wisatawan.

Pasal 28

(1)     Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik dan non-fisik daya  tarik wisata.

(2)     Setiap orang dilarang memanfaatkan upacara keagamaan, menggunakan simbol-simbol keagamaan, benda-benda yang disakralkan, dengan tujuan semata-mata  sebagai daya tarik wisata.

(3)     Setiap orang dilarang mendirikan bangunan atau benda lainnya yang dapat menghalangi atau mengganggu pandangan ke arah lanskap atau saujana yang menjadi daya tarik wisata.


BAB XI

PENGHARGAAN

Pasal 29

(1)  Gubernur memberikan penghargaan kepada perseorangan, organisasi pariwisata, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang Kepariwisataan Budaya Bali.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur.


BAB XII

ANGGARAN

Pasal 30

Pendanaan pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah Provinsi, pengusaha dan masyarakat.


Pasal 31
Pemerintah Provinsi dapat memberikan bantuan pendanaan bagi pengembangan kepariwisataan yang dikelola desa pakraman  atau lembaga tradisional.
BAB XIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 32

(1)  Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan Kepariwisataan Budaya Bali.

(2)  Pembinaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup:
a. pengelolaan dan tenaga kerja usaha pariwisata;
b. lingkungan destinasi pariwisata;
c. mekanisme pemasaran pariwisata; dan
d. penguatan kelembagaan kepariwisataan.

(3)  Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup:
a. hukum dan administrasi;
b. pengetahuan tehnis; dan
c. prilaku.

(4)  Tata cara pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.


BAB XIV

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 33

(1)  Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) dikenakan sanksi administratif.

(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.    teguran tertulis;
b.   pembatasan kegiatan usaha; dan
c.    pembekuan sementara kegiatan usaha.

(3)  Tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.


BAB XV

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 34

(1)   Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.




(2)  Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a.    menerima laporan pemeriksaan atau pengaduan berkenaan tindak pidana dibidang Kepariwisataan Budaya Bali;
b.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau pengaduan berkenaan tindak pidana dibidang keparwisataan budaya Bali;
c.    melakukan pemanggilan terhadap perseorangan atau badan usaha untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana dibidang kepariwisataan budaya Bali;
d.   melakukan pemeriksaan terhadap perseorangan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Keperiwisataan Budaya Bali;
e.    meminta keterangan atau barang bukti dari perseorangan atau badan usaha sehubungan dengan tindak pidana dibidang Kepariwisataan Budaya Bali;
f.     meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
g.    membuat dan menandatangai berita acara; dan
h.   menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana dibidang Kepariwisataan Budaya Bali.

(3)  Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
                                               
BAB XVI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 35

(1)  Setiap orang  yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam    Pasal 28  dipidana dengan Pidana Kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

(2)  Tindak pidana sebagai yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(3)  Selain ancaman dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga dipidana dengan pidana sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku


Pasal 37

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali.


Ditetapkan di Denpasar 
pada tanggal   15 Maret 2012

GUBERNUR  BALI,



MADE MANGKU PASTIKA
Diundangkan di Denpasar
pada tanggal  15 Maret 2012

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI



I MADE JENDRA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 NOMOR  2






























PENJELASAN

 PERATURAN DAERAH PROVINSI  BALI

NOMOR 2 TAHUN 2012

TENTANG

KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI


I. UMUM
Pulau Bali adalah pulau yang terbatas akan sumber daya alam, namun kaya akan sumber daya budaya. Kebudayaan Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Nasional yang merupakan perwujudan cipta, rasa dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai manusia diarahkan untuk memberi wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenanp kehidupan bangsa.

Kebudayaan Daerah Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu dalam eksistensinya menunjukkan ciri yang unik, kaya akan variasi serta memiliki akar dan perjalanan sejarah yang amat panjang pada hakekatnya amat potensial bagi peningkatan kepariwisataan di Daerah Bali. Kebudayaan dimaksud mencakup satu lingkup yang luas meliputi tiga wujud (ideal, perilaku dan material) serta tujuh unsur pokok (sistem peralatan dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi).

Dalam pada itu perkembangan dunia kepariwisataan di Daerah Bali sampai saat ini telah mencapai suatu titik yang penting, terutama bagi perkembangannya dimasa mendatang. Hal ini ditandai oleh peningkatan jumlah wisatawan yang cukup tajam pada beberapa tahun terakhir, yang diakui sebagai akibat adanya deregulasi dan debirokratisasi khususnya di sub sektor pariwisata. Kecenderungan demikian ini diharapkan akan tetap berlaku dimasa-masa mendatang baik akibat faktor internal maupun eksternal yang positif. Disamping itu untuk Daerah Bali ada beberapa hal yang penting menyebabkan perlunya pemikiran cara pengaturan yang lebih hati-hati dan berwawasan jangka panjang terhadap perkembangan pariwisata tersebut. Hal-hal dimaksud ialah:
1)     Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966; dan
2)     Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi  Bali Tahun 2009-2029. (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15).
Berdasarkan sumber dan potensi dasar serta kondisi obyektif Daerah Bali, maka kepariwisataan yang dikembangkan di Daerah Bali adalah Pariwisata Budaya. Tujuan pembangunan pariwisata tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan pariwisata nasional adalah untuk memupuk rasa cinta tanah air, meningkatkan persahabatan antar bangsa, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, serta meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pariwisata Budaya ini adalah salah satu jenis kepariwisataan yang dalam perkembangann dan pengembangannya menggunakan kebudayaan Daerah Bali yang merupakan bagian dari Kebudayaan Nasional sebagai potensi dasar yang paling dominan, yang didalamnya tersirat satu cita-cita akan adanya hubungan timbal balik antara pariwisata dengan kebudayaan, sehingga keduanya meningkat secara serasi, selaras dan seimbang.

Untuk menumbuhkembangkan Pariwisata Budaya tersebut diperlukan langkah-langkah pengaturan yang makin mampu mewujudkan keterpaduan demi untuk berdaya guna dan berhasil guna serta mencegah dampak negative terhadap berbagai aspek kehidupan, sehingga benar-benar dapat diwujudkan cita-cita pariwisata untuk Bali dan bukan Bali untuk pariwisata. Untuk itulah diperlukan pemantapan ketentuan mengenai Pariwisata Budaya dalam suatu Peraturan Daerah. Berkenaan dengan hal-hal tersebut maka Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan.
sehubungan dengan hal tersebut di atas dipandang perlu:
a.     menetapkan Peraturan Daerah Provinsi  Bali tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang didasarkan pada kebijakan Kepariwisataan yang baru yaitu  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); dan
b.     mencabut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya.

II.  PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
      Cukup jelas.
Pasal 2
      Cukup jelas.
Pasal 3
      Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan meningkatkan harkat dan martabat, serta memperkokoh jati diri masyarakat Bali adalah meningkatkan derajat kemuliaan serta memperkokoh identitas masyarakat Bali dalam pergaulan masyarakat baik pada tataran lokal, nasional, maupun global.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 5
      Cukup jelas.
Pasal 6
      Cukup jelas.
Pasal 7
      Cukup jelas

Pasal 8
Ayat 1
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Cukup jelas.

huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
huruf l
Cukup jelas.
huruf m
Wisata spriritual adalah wisata yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran jiwa melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan ajaran Agama Hindu, sehingga tercapai keseimbangan hidup secara lahir dan batin.
huruf n
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Pasal 9
      Cukup jelas.
Pasal 10
      Cukup jelas.
Pasal 11
          Cukup jelas.
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.


Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Saujana adalah perpaduan antara daya tarik wisata buatan (man made) dan bentang alam dalam satu kesatuan yang utuh.
Pasal 13
      Cukup jelas.
Pasal 14
      Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
      Cukup jelas.
Pasal 17
      Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
      Cukup jelas.
Pasal 20
      Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
      Cukup jelas.
Pasal 24
          Cukup jelas.
Pasal 25
      Cukup jelas.
Pasal 26
      Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Langgam arsitektur Bali adalah bangunan yang bentuk dan komponen perwujudannya menunjukkan ciri-ciri identitas arsitektur Bali, namun tidak dibenarkan bentuk bangunan yang menyerupai  tempat suci umat Hindu seperti pura atau palinggih yang tidak difungsikan sebagai tempat suci.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.

huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
huruf l
Cukup jelas.
huruf m
Cukup jelas.
huruf n
Cukup jelas.
huruf o
Cukup jelas.
Pasal 28
          Ayat 1
Merusak fisik daya tarik wisata adalah melakukan perbuatan, mengubah warna, bentuk, menghilangkan species tertentu, mencemarkan limgkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan atau memusnahkan   sehingga berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan dan nilai autentik suatu daya tarik wisata.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Pasal 29
    Cukup jelas.
Pasal 30
    Cukup jelas.
Pasal 31
    Cukup jelas.
Pasal 32
    Cukup jelas.
Pasal 33
    Cukup jelas.
Pasal 34
    Cukup jelas.
Pasal 35
    Cukup jelas.
Pasal 36
    Cukup jelas.
Pasal 37
          Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR  2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar